KASUS FREEPORT DI INDONESIA

Nama   : Raja Darius Putra

NPM    : 29213837

Kelas   : 2EB15

UNIVERSITAS GUNADARMA

 Tugas 1

KASUS FREEPORT DI EXPLOITIR MENURUT HUKUM DI INDONESIA
Indonesia bagian paling timur adalah Papua. Bumi Papua adalah surga dunia, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam yang melimpah itu ternyata belum dinikmati seutuhnya oleh segenap warga Papua. Papua memiliki tambang emas terbesar di dunia, yang mana tambang emas tersebut dikelola oleh PT Freeport, perusahaan asing milik Amerika Serikat yang Sejak 1967 beroperasi dan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di bumi Papua.
PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. Lebih dari 2,6 juta hektare lahan sudah dieksploitasi, termasuk 119.435 hektare kawasan hutan lindung dan 1,7 juta hektare kawasan hutan konservasi. Hak tanah masyarakat adat pun ikut digusur. Dari hasil eksploitasi itu, setiap hari, rata-rata perusahaan raksasa dan penyumbang terbesar industri emas di AS itu mampu meraih keuntungan Rp 114 miliar per hari. Jika keuntungan tersebut dikalikan 30 hari, keuntungan PT Freeport mencapai USD 589 juta atau sekitar Rp 3,534 triliun per bulan. Dalam setahun, keuntungan PT Freeport mencapai Rp70triliun per tahun.
Exploitasi Membabi Buta Di Bumi Papua
Belum lama ini, sebuah media online di tanah air memberitakan bahwa karyawan PT Freeport di Papua akan menggelar aksi mogok kerja selama sebulan terhitung sejak 6 November sampai 6 Desember 2014. Menurut informasi, rencana aksi mogok kerja para pekerja PT Freeport itu salah satunya dipicu karena Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto belum menjawab tuntutan pekerja untuk segera melengserkan belasan pejabat teras di lingkungan Freeport yang selama ini dinilai bertanggung jawab atas sejumlah kasus kecelakaan kerja yang menewaskan 44 pekerja, dalam hal ini PT Freeport Indonesia melanggar Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jika dikaitkan dengan filsafat moral Utilitaliarisme yang mempunyai arti suatu kebijaksanaan atau tindakan dikatakan baik jika mendatangkan manfaat atau keuntungan bagi banyak orang, Berdasarkan teori Utilitaliarisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan dengan etika Utilitaliarisme dengan melihat fakta terjadinya pencemaran lingkungan di papua akibat eksploitasi yang dilakukan PT Freeport Indonesia, mogoknya karyawan akibat perbedaan indeks standar gaji dan pelanggran HAM yang terjadi setahun yang lalu, tepatnya 14 Mei 2013 dimana terjadi runtuhan batuan yang menimbun sebuah ruang kelas di area fasilitas pelatihan Big Gossan, tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia. Dari 38 karyawan yang mengikuti pelatihan, 28 orang diantaranya tewas tertimbun tanah longsor dan 10 orang mengalami luka-luka. Berdasarkan Hasil penyelidikan dan pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan PT Freeport Indonesia telah terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan. PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya. Kelalaian tersebut disebabkan perusahaan tambang itu telah membiarkan keadaan atau kurang mengawasi secara langsung sehingga timbulnya kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.

Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan menurun tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, eksploitasi secara berlebihan, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :

1. Pengendalian Diri
Dalam hal ini adalah para petinggi PT Freeport Indonesia diharapkan untuk tidak melakukan tindakan semena-mena kepada para karyawan yang menuntut kenaikan gaji dan perbaikan kesejahteraan. Isu yang muncul diberbagai media, para petinggi Freeport ”menyuap” aparat untuk ”menenangkan” karyawan yang suka menuntut kenaikan gaji. Hal tersebut seharusnya tidak boleh terjadi, ada baiknya petinggi Freeport mengajak para karyawan duduk bersama untuk menyelesaikan tuntutan kenaikan gaji.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
PT Freeport Indonesia harus memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis yang dilakukan, terutama dampak pencemaran lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi tambang emas yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Hal ini telah diatur dalam PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Wujud pertanggung jawaban social juga bisa dilakukan PT Freeport Indonesia dengan memberikan bantuan beasiswa pendidikan bagi putra-putri asal Papua yang berprestasi.

3. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa mendatang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

4. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis.

5. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

6. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Dalam kasus PT Freeport Indonesia, kegiatan pertambangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara (Minerba). Untuk lebih merinci pelaksanaan dari Undang-Undang ini diturunkan kembali dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang salah satunya adalah PP No 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut.

Sudah selayaknya kita memandang kasus Freeport ini selain dengan pemahaman yang mendalam juga dengan kacamata perspektif yang berbeda. Sehingga kita dapat melihat masalah ini secara komprehensif.
Referensi:
http://kartikosigit.blogspot.com/2014/11/bumi-papua-adalah-surgadunia-dengan_14.html
http://www.antaranews.com/berita/286476/kasus-freeport-hilangnya-nurani-pemerintah
http://km.itb.ac.id/site/kasus-freeport-bagaimana-nasib-papua/
http://www.voaindonesia.com/content/komnas-ham-pt-freeport-langgar-ham-dalam-kasus-big-gossan-/1852274.html